Sengketa Pilkada Sumut, Siapa Diuntungkan?

topmetro.news – Ketika KPU Sumut memutuskan Pasangan JR Saragih-Ance tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai peserta Pilkada Sumut 2018, sontak banyak pengamat menyebut, bahwa itu menguntungkan Pasangan Djarot-Sihar. Dan tidak sedikit masyarakat, termasuk di dunia medsos yang langsung mengamininya.

Lantas, pendukung Djarot-Sihar pun ikut merasa beruntung.

Tidak mengherankan, karena dari sudut komposisi penduduk, ada tarik-menarik antara komunitas atau kalangan pemilih JR dan Sihar Sitorus. Dan jumlah yang diperebutkan itu tidak sedikit, mencapai 27 persen dari total penduduk Sumatera Utara.

Sehingga dengan gagalnya JR maju, andai benar-benar gagal, maka muncul semacam keyakinan, bahwa suara komunitas itu akan bulat ke Sihar Sitorus.

Namun yang terjadi kemudian, situasi ini ternyata tidak menguntungkan Djarot Sihar. Malah muncul tuduhan tak sedap dialamatkan ke pasangan ini termasuk tim di belakangnya. Tudingan mereka memang mengharapkan JR Saragih-Ance Selian tersingkir.

Bahkan ada yang sampai menuding, ada ‘permainan’ tingkat atas di balik ini dan lagi-lagi nama Djarot-Sihar beserta timnya disebut-sebut.

Artinya, keputusan KPU itu ternyata tidak otomatis menguntungkan Djarot-Sihar. Karena kenyataannya, nama mereka malah menjadi buruk, atau setidaknya sempat tercoreng. Padahal, tak ada bukti apa pun yang menunjukkan Pasangan Djarot-Sihar ada ‘bermain’ dalam masalah ini. Sementara asumsi masyarakat sudah kadung terpengaruh.

POPULARITAS JR MELESAT

Kemudian pada perkembangannya, perjalanan kasus sengketa terkait keputusan KPU Sumut dimaksud, malah menaikkan popularitas JR Saragih. Selama tiga minggu terakhir, sesuai data dari Google, popullaritas JR Saragih melesat hingga 950 persen. Sebuah kenaikan yang sangat signifikan.

Soal keuntungan ini, bahkan sempat tercetus (mungkin kelepasan) saat salah seorang pengurus parpol pendukung JR Saragih-Ance mengutarakannya saat diadakan temu pers terkait rencana menggugat keputusan KPU Sumut dimaksud ke Bawaslu Sumut.

Ketika itu sang pengurus mengatakan, sebenarnya situasi itu menjadi bisa kampanye gratis bagi Pasangan JR Saragih-Ance. Namun pimpinan rapat saat itu, Ketua BPOKK Partai Demokrat Sumut Ronald Naibaho MSi langsung meng-‘cut’. Dia meminta agar forum fokus pada topik rencana menggugat KPU Sumut.

Terlepas, apakah memang JR Saragih senang menjadi ‘korban’ dalam persoalan ini, menurut penulis, apa yang dipermasalahkan KPU Sumut sehingga membuat berkas JR Saragih tidak memenuhi syarat, memang terkesan sangat dangkal.

Dan sebagaimana diprediksi, sengketa yang diajukan Tim JR Saragih-Ance Selian ke Bawaslu Sumut, sudah mengarah pada kemenangan Bupati Simalungun tersebut, meski yang dikabulkan adalah sebagian tuntutan. Sebagaimana alasan yang dikemukakan para kuasa hukum JR, bahwa yang dipersoalkan KPU Sumut bukanlah substansi dari persyaratan, yaitu minimal harus lulus SMA. Sementara JR Saragih memiliki ijazah SMA.

Tapi yang dipersoalkan KPU Sumut adalah terkait keabsahan leges, yang menurut kuasa hukum JR Saragih hanyalah masalah administrasi. Dan itu juga yang sudah dikabulkan Bawaslu, dimana JR diperkenankan melakukan legalisir ulang terhadap ijazah SMA-nya ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta, sekaligus KPU Sumut diperintahkan membatalkan keputusan yang menetapkan pasangan JR-Ance TMS.

Lalu dengan popularitas yang melesat, kemudian kemungkinan besar lolos ikut Pilkada Sumut 2018, maka perolehan suara JR-Ance diprediksi akan lebih tinggi dibanding jumlah suara mereka sebelum ada kasus ini.

SIAPA PEMENANG PILKADA?

Dengan mendapat popularitas usai menjadi ‘korban’ dalam sengketa Pilkada Sumut 2018, apakah lantas JR Saragih-Ance Selian akan memenangkan pemilihan?

Menurut penulis, tidak. Mereka hanya mendapat penambahan suara, tetapi tidak cukup untuk memenangkan Pilgubsu. Pasangan JR Saragih-Ance Selian memang berhasil memecah suara komunitas yang nyaris bulat ke Djarot-Sihar, tapi tetap tidak memenangkan pilkada.

Sebaliknya, Pasangan Djarot-Sihar juga akan mendapatkan efek tidak menguntungkan, yaitu tudingan seperti disebutkan di awal tulisan. Selain itu, munculnya JR Saragih sebagai ‘korban’ dalam situasi yang tercipta karena keputusan KPU Sumut itu, akan ‘menggerus’ suara Djarot-Sihar dari komunitas tadi. Juga menarik simpati serta kelompok lain yang sebelumnya mungkin sudah ke Djoss, namun beralih karena simpati.

Artinya, keputusan yang dibuat KPU Sumut ini tidak menguntungkan JR Saragih-Ance Selian maupun Djarot-Sihar. Suara mereka malah semakin ‘keras’ terbagi. Akhirnya Pasangan Edy-Ijeck sebagai pemiliki pendukung yang tak ‘beririsan’ dengan JR Saragih maupun Sihar Sitoruslah yang jadi pemenang Pilkada Sumut 2018.

Kenapa menjadi Edy-Ijeck yang menang? Ya itu tadi, seperti ditulis di atas, suara komunitas yang 27 persen itu semakin merata terbaginya karena faktor simpati. Yang sempat sudah mendukung Djarot-Sihar, sebagian akan beralih karena simpati ke JR Saragih. Sementara suara Edy-Ijeck tak terganggu.

Sehingga dapatlah dikatakan, bahwa KPU Sumut menciptakan sebuah situasi lewat keputusannya. Djarot-Sihar dapat dampaknya. JR Saragih-Ance Selian nambah popularitasnya. Lalu Edy-Ijeck yang jadi pemenangnya. (TM-OPINI)

Related posts

Leave a Comment